BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Saat ini sejumlah pembaruan sedang diayunkan dalam rangka peningkatan mutu
pendidikan. Fokus pembaharuan pendidikan nasional diletakkan pada tingkat
sekolah/perguruan tinggi karena disadari bahwa sekolah/perguruan tinggi
merupakan garda terdepan dalam peningkatan mutu pendidikan. Adalah
sekolah/perguruan tinggi yang paling tahu permasalahan pendidikan yang
dihadapi, yang paling tahu kebutuhannya dan yang paling tahu kemampuan yang
diperlukan untuk menjalankan proses pendidikan.
Sekolah/perguruan tinggi sebagai sistem tersusun dari komponen konteks,
input, proses, output dan outcome. Konteks adalah eksternalitas yang
berpengaruh terhadap penyelenggaraan pendidikan dan karenanya harus
diinternalisasikan ke dalam penyelenggaraan sekolah/perguruan tinggi. Sekolah/perguruan
tinggi yang mampu menginternalisasikan konteks ke dalam dirinya akan membuat
sekolah/perguruan tinggi sebagai bagian bagian dari konteks konteks dan
bukannya terisolasi darinya. Jika demikian, sekolah/perguruan tinggi akan
menjadi sekolah/perguruan tinggi masyarakat dan bukannya sekolah/perguruan
tinggi yang berada di masyarakat. Konteks meliputi kemajuan ipteks, nilai dan
harapan masyarakat, dukungan pemerintah dan masyarakat, kebiajakan pemerintah,
landasan yuridis, tuntutan otonomi, tuntutan globalisasi dan tuntutan
pemngembangan diri serta peluang tamatan untuk melanjutkan pendudukan ataupun
untuk terjun di masyarakat.
Berkaitan dengan
meningkatnya persaingan dalam bidang pendidikan, terjadi pula perubahan pada
perilaku konsumen, dalam hal ini yang dimaksud adalah masyarakat (orangtua dan
siswa), maupun dunia usaha. Karena banyaknya pilihan, konsumen kini menjadi
semakin banyak tuntutan, baik mengenai kualitas lulusan dan biaya pendidikan
maupun fasilitas pendidikan. Bargaining
power masyarakat meningkat sedemikian rupa sehingga industri atau dunia
pendidikan terpaksa harus melayaninya kalau tidak mau akan tersingkir dari
kancah persaingan yang makin berat.
Dalam situasi
lingkungan yang penuh dengan dinamika ini, manajemen pendidikan harus dapat
menciptakan organisasi yang mampu memberikan pelayanan yang memuaskan kepada
dan masyarakat pada umumnya dan objek pendidikan (Siswa dan orangtua) khususnya.
Saat yang bersamaan dapat pula bersaing secara efektif dalam konteks lokal,
nasional bahkan dalam konteks global. Dengan kata lain dunia pendidikan kini
dituntut untuk mengembangkan manajemen strategi dan operasi yang pada dasarnya
banyak diterapkan di lingkungan masyarakat, sebagai langkah antisipatif
terhadap kecenderungan penyimpangan akhlak dan moral. maka konteksnya harus
sesuai dengan tuntutan pengembangan diri dan peluang tamatan, dukungan
pemerintah dan masyarakat, landasan hukum, tanggap terhadap kemajuan IPTEKS,
kebijakan, nilai dan harapan masyarakat, otonomi pendidikan, dan tuntutan
globalisasi. Dalam konteks pendidikan pengertian mutu mencakup Input, Proses,
Output dan Outcome.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa itu input,
proses, output, dan outcome dalam pendidikan?
2. Apa hubungan antara
input, proses, output, dan outcome dalam pendidikandengan ahklak manusia, fakta
dan kebijakan yang terjadi di indonesia serta solusi yang dapat diambil dari
masalah yang terjadi?
C.
Tujuan
Penulisan
1.
Untuk mengetahui apa itu input, proses, output, dan
outcome dalam pendidikan.
2. Untuk mengetahui
hubungan antara input, proses, output, dan outcome dalam pendidikan
dengan ahklak manusia, fakta dan kebijakan yang terjadi
di indonesia serta solusi yang dapat diambil dari masalah yang terjadi.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
TEORI
1.1. Pengertian Input
Input
Pendidikan adalah segala sesuatu yang harus tersedia karena dibutuhkan untuk
berlangsungnya proses. Sesuatu yang dimaksud berupa sumberdaya dan perangkat
lunak serta harapan-harapan sebagai pemandu bagi berlangsungnya proses,
misalnya ketenagaan, kurikulum, peserta didik, biaya, organisasi, administrasi,
peranserta masyarakat, kultur sekolah dan sub komponen, regulasi, sarana dan
prasarana.
1.2. Pengertian Proses
Proses
Pendidikan merupakan berubahnya sesuatu menjadi sesuatu yang lain. Sesuatu yang
berpengaruh terhadap berlangsungnya proses disebut input, sedangkan sesuatu
dari hasil proses disebut output. Dalam pendidikan (tingkat sekolah) proses
yang dimaksud adalah proses pengambilan keputusan, proses pengelolaan
kelembagaan, proses pengelolaan program, proses belajar mengajar, dan proses
monitoring dan evaluasi, dengan catatan bahwa proses belajar mengajar memiliki
tingkat kepentingan tinggi dibandingkan dengan proses-proses yang lain.
1.3. Pengertian Output
Output sekolah pada umumnya adalah merupakan kinerja sekolah. Kinerja
sekolah adalah prestasi sekolah yang dihasilkan dari proses/perilaku sekolah. Kinerja
sekolah dapat diukur dari kualitasnya, efektifitasnya, produktivitasnya,
efisiensinya, inovasinya, kualitas kehidupan kerja, dan moral kerjanya. Oleh
karena demikian dapat disimpulkan bahwa output sekolah yang diharapkan adalah
prestasi sekolah yang dihasilkan oleh proses pembelajaran dan manajemen di
sekolah.
Pada umumnya, output
dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu output berupa prestasi akademik
(academic, achivement) dan ouput berupa prestasi non-akademik (non-academic
achivement). Output prestasi akademi misanya, NEM, lomba karya
ilmiah remaja, lomba mata pelajaran, cara-cara berfikir (kritis,
kreatif/divergen, nalar, rasional, induktif, dedukatif, dan ilmiah). Output
non-akademik, misalnya keingintahuan yang tinggi, harga diri kejujuran,
kerjasama yang baik, rasa kasih sayang yang tinggi terhadap sesama, solidaritas
yang tinggi, toleransi, kedipsiplinan, kerajinan prestasi oleh raga, kesenian,
dan kepramukaan.
1.4. Pengertian Outcome
Outcome Pendidikan adalah hasil jangka panjang: dampak
jangka panjang terhadap individu, sosial, sikap, kinerja, semangat, sistem,
penghasilan, pengembangan karir, kesempatan pendidikan, kerja, pengembangan
dari lulusan untuk berkembang, dan mutu pada umumnya. Manajemen
sekolah berada pada seluruh komponen sekolah sebagai sistem, yaitu pada
konteks, input, proses, output, outcome, dan dampak karena manajemen berurusan
dengan sistem, mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan,
pengkoordinasian hingga sampai pengontrolan/ pengevaluasian. Kepemimpinan
berada pada komponen manusia, baik pendidik dan tenaga kependidikan, maupun
pada peserta didik, karena kepemimpinan berurusan dengan banyak orang.
1.5. Pengertian Manusia
Manusia
adalah makhluk yang memiliki keistimewaan karena dalam kenyataannya manusia
memiliki daya pikir dan manusia juga sebagai mahkluk yang memiliki macam-macam
daya. Ibn Miskawaih menonjolkan kelebihan jiwa manusia atas jiwa binatang
dengan adanya kekuatan berfikir yang menjadi sumber tingkah laku, yang selalu
mengarah kepada kebaikan. Menurut Ibn Miskawaih dalam diri manusia ada tiga
kekuatan yang bertingkat-tingkat dari tingkat yang paling rendah yaitu:
· Daya
bernafsu (an-nafs al-bahimiyyat) sebagai daya terendah.
· Daya
berani (an-nafs as-sabu’iyyat) sebagai daya pertengahan.
· Daya
berpikir (an-nafs an-nathiqat ) sebagai daya tertinggi.
Kekuatan berfikir manusia itu dapat
menyebabkan hal positif dan selalu mengarah kepada kebaikan, tetapi tidak
dengan kekuatan berpikir binatang. Jiwa manusia memiliki kekuatan yang
bertingkat-tingkat:
· Al-Nafs
al-Bahimmiyyah adalah jiwa yang selalu mengarah kepada kejahatan atau keburukan.
· Al-Nafs
al-Sabu’iyyah adalah jiwa yang mengarah kepada keburukan dan sesekali mengarah
kepada kebaikan.
· Al-Nafs
al-Nathiqah adalah jiwa yang selalu mengarah kepada kebaikan. .
Ketiga daya ini merupakan daya
menusia yang asal kejadiannya berbeda. Unsur rohani berupa bernafsu (An-Nafs
Al-Bahimmiyyah) dan berani (al-Nafs as-Sabu’iyyah/al-Ghadabiyyah)
berasal dari unsur materi sedangkan berpikir (an-Nafs an-Nathiqah)
berasal dari Ruh Tuhan karena itu Ibn Miskawaih berpendapat bahwa kedua an-nafs
yang berasal dari materi akan hancur bersama hancurnya badan dan an-nafs
an-nathiqat tidak akan mengalami kehancuran.
Ibnu Miskawaih mengatakan bahwa
hubungan jiwa al-Bahimmiyah/as-syahwiyyah(bernafsu) dan jiwa as-Sabu’iyyah/al-Ghadabiyyah (berani)
dengan jasad pada hakikatnya sama dengan hubungan saling mempengaruhi.
Menurut Ibn Miskawaih penciptaan
yang tertinggi adalah akal sedangkan yang terendah adalah materi. Akal dan jiwa
merupakan sebab adanya alam materi (bumi), sedangkan bumi merupakan sebab
adanya tubuh manusia. Pada diri manusia terdapat jiwa berfikir yang hakikatnya
adalah akal yang berasal dari pancaran Tuhan. Dalam diri manusia terdapat tiga
daya jiwa (al-Nafs al-Bahimiyyah, al-Nafs
as-Sabu’iyyah/al-Ghadabiyyah, al-Nafs al-Natiqah). Daya bernafsu dan
berani berasal dari unsur materi, sedangkan daya berfikir berasal dari ruh
Tuhan yang tidak akan mengalami kehancuran.
Ibn Miskawaih dalam kitab Tahzib
al-Akhlaq, menggambarkan bagaimana bahwa jika daya-daya jiwa manusia
bekerja secara harmonis dan senantiasa merujuk pada akal dapat melahirkan
perbuatan-perbuatan moral yang akan menguntungkan bagi manusia dalam
kehidupannya di dunia. Stabilitas fungsi daya-daya jiwa ini pun sangat
tergantung pada factor pendidikan yang sedemikian rupa akan membentuk tata hubungan
fungsional daya-daya jiwa dalam membuat keputusan-keputusan yang memang
diperlukan manusia dalam merealisasikan nilai-nilai moral dalam
kehidupan. Dan oleh karena penjagaan kerja akal agar selalu berjalan sesuai
dengan naturalnya merupakan prasyarat bagi perwujudan nilai-nilai moral, maka
pembinaannya merupakan suatu kemestian dalam dunia pendidikan.
Manusia menjadi manusia yang
sebenarnya jika memiliki jiwa yang cerdas. Dengan jiwa yang cerdas itu, manusia
terangkat derajatnya, setingkat malaikat, dan dengan jiwa yang cerdas itu pula
manusia dibedakan dari binatang. Manusia yang paling mulia adalah yang paling
besar kadar jiwa cerdasnya, dan dalam selalu cenderung mengikuti ajakan jiwa
yang cerdas itu. Manusia yang dikuasai hidupnya oleh dua macam jiwa lainnya
(kebinatangan dan binatang buas), maka turunlah derajatnya dari derajat
kemanusiaan. Mana yang lebih dominan diantara dua macam jiwa yang lain tadi,
maka demikianlah kadar turun derajat kemanusiaannya. Manusia harus pandai
menentukan pilihan untuk menundukan dirinya dalam derajat mana yang seharusnya.
Sehubungan
dengan kualitas dari tingkatan-tingkatan jiwa yang tiga macam tersebut, Ibn
Miskawaih mengatakan bahwa jiwa yang rendah atau buruk (al-Nafs
al-Bahimiyyah, nafsu kebinatangan) mempunyai sifat-sifat: ujub, sombong,
pengolok-olok, penipu dan takabur. Sedangkan jiwa yang cerdas (an-Nafs
an-Nathiqah) mempunyai sifat adil, harga diri, berani, pemurah, benar dan
cinta.
1.6. Pengertian Akhlak
Dalam kamus besar bahasa Indonesia online kata akhlak
diartikan sebagai budi pekerti; kelakuan. Sebenarnya kata akhlak berasal dari
bahasa Arab, dan jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia bisa berarti perangai, tabiat. Sedang arti akhlak secara istilah sebagai berikut; Ibnu
Miskawaih (w. 421 H/1030 M) mengatakan bahwa akhlak adalah sifat yang
tertanam dalam jiwa yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan tanpa
memerlukan pemikiran dan pertimbangan. Sementara itu, Imam Al-Ghazali
(1015-1111 M) mengatakan akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang
menimbulkan macam-macam perbuatan dengan gambling dan mudah, tanpa memerlukan
pemikiran dan pertimbangan.
Dari pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa akhlak
adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan perilaku/perbuatan manusia.
Ø Pembagian
Akhlak
Secara umum akhlak atau perilaku/perbuatan manusia terbagi
menjadi dua; pertama; akhlak yang baik/mulia dan kedua; aklak yang
buruk/tercela.
Ø Macam-macam
akhlak
1.
Akhlak terhadap diri sendiri
2.
Aklak terhadap keluarga (Orang tua, akhlak terhadap
adik/kakak)
3.
Akhlak terhadap teman/sahabat, teman sebaya
4.
Akhlak terhadap guru
5.
Akhlak terhadap orang yang lebih muda dan lebih tua
6.
Akhlak terhadap lingkungan hidup/linkungan sekitar.
Dan inti dari berkakhlak tersebut diatas intinya adalah
berakhlak baik kepada Allah SWT. Karena Allah SWT telah menjadikan diri dan
lingkungan sekitar dengan lengkap dan sempurna.
Ø Tugas
Manusia/Tindakan Manusia
Allah SWT menciptakan manusia dengan
tujuan utama penciptaannya adalah untuk beribadah. Ibadah dalam pengertian
secara umum yaitu melaksanakan segala perintah dan menjauhi segala larangannya
dengan penuh kesadaran dan keikhlasan. Manusia diperintahkan-Nya untuk menjaga,
memelihara dan mengembangkan semua yang ada untuk kesejahteraan dan kebahagiaan
hidup. Dan Allah SWT sangat membeci manusia yang melakukan tindakan merusak
yang ada. Maka karena Allah SWT membenci tindakan yang merusak maka orang yang
cerdas akan meninggalkan perbuatan itu, dia sadar bahwa jika melakukan
perbuatan terlarang akan berakibat pada kesengsaraan hidup di dunia dan
terlebih-lebih lagi di akhirat kelak, sebagai tempat hidup yang sebenarnya. Maka intinya manusia harus berakhlak yang
mulia.
2.
Fakta
Praktik korupsi,
kolusi, nepotisme, dan segala bentuk manipulasi lainnya subur di negeri ini. Ini merupakan bukti kurangnya kesadaran dari individu,
menyebabkan penurunan akhlak dan moral di masyarakat. Untuk itu, pendidikan
Antikorupsi perlu diterapkan sebagai upaya prepentif bagi generasi muda. Namun
pelaksanaan kantin kejujuran akan sukses dengan dukungan bersama dari warga
sekolah. Program tersebut tidak hanya keinginan dari atasan, akan tetapi
kebijakan pemerintah justru patut diberikan apresiasi yang tinggi dengan
mensukseskannya secara bersama. Bukan berarti program ini menambah beban bagi
sekolah, terutama bagi guru. Justru melalui program ini mempermudah guru untuk
mendidik akhlak siswa. Sebab, tugas guru tidak hanya melaksanakan proses
pembelajaran di dalam kelas, tetapi lebih dari itu guru turut bertanggung jawab
dalam membina kepribadian siswa. terjadi diberbagai daerah (otonomi daerah)
mengindikasikan bahwa implementasi tentang kebijakan pendidikan berdasarkan
peraturan dan perundangundangan yang berlaku secara umum masih belum banyak
memperhatikan eksistensi madrasah baik dalam kebijakan pembinaan pendidikan,
anggaran maupun bantuan sarana prasarana. Masih banyak dijumpai berbagai
kebijakan yang kurang memperhatikan pada madrasah, terutama yang berkaitan
dengan alokasi anggaran daerah yang tidak mempertimbangkan aspek rasionalisasi
anggaran pendidikan dengan jumlah lembaga yang ada atau jumlah siswa yang
berada dibawah pembinaan Kemendikdub dan lembaga pendidikan yang berada dibawah
pembinaan Kemenag.
Kemudian factor
yang mempengaruhi penurunan akhlak adalah kebijakan dan penyelenggaraan
pendidikan nasional menggunakan pendekatan education function atau
input-output analisys yang tidak dilaksanakan secara konsekuen. Pendekatan
ini menganggap bahwa apabila input seperti pelatihan guru, pengadaan
buku dan alat pelajaran, dan perbaikan sarana serta prasarana pendidikan
lainnya, dipenuhi, maka mutu pendidikan (output) secara otomatis akan
terjadi
3.
Kebijakan
Ø Kebijakan di
lembaga pendidikan
Karena pendidikan
merupakan kebijakan yang dibuat oleh pemerintah, maka
kebijakan pendidikan adalah salahsatu kebijakan publik dalam bidang pendidikan.
Yang dimaksud dengan kebijakan
publicdisini adalah “keputusan yang dibuat oleh negara, khususnya
pemerintah, sebagai strategiuntuk merealisasikan tujuan dari negara yang bersangkutan.
Kebijakan publik adalahstrategi untuk mengantar masyarakat pada masa awal,
memasuki masyarakat pada masatransisi, untuk menuju kepada masyarakat yang
dicita-citakan.
Salah
satu cara peningkatan akhlak yaitu adanya Kantin Kejujuran lahir atas dasar
Undang-Undang No. 14 tahun 2005 tentang
Guru dan Dosen, dimana dalam pasal 16 disebutkan bahwa,”kedudukan guru dan
dosen sebagai tenaga profesional bertujuan untuk melaksanakan sistem pendidikan
nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional…”. kantin kejujuran di
sekolah dibuat untuk memberikan pendidikan kejujuran kepada siswa dan
pembelajaran antikorupsi.
4.
Filsafat
Pembicaraan mengenai akhlak tidak
akan lepas dari hakikat manusia sebagai khalifah dimuka bumi ini. Sebagai khalifah
manusia bukan saja diberi kepercayaan untuk menjaga, memelihara dan memakmurkan
alam ini tetapi juga dituntut untuk berlaku adil dalam segala urusannya.
Allah SWT
berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 30 dan dalam surat Shad ayat 27:
Artinya: Ingatlah
ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi. " mereka berkata: "Mengapa
Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat
kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih
dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan
berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui. "
Artinya: “dan
Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya tanpa
hikmah. yang demikian itu adalah anggapan orang-orang kafir, Maka celakalah
orang-orang kafir itu karena mereka akan masuk neraka”.
Sebagai makhluk, manusia harus berusaha mencapai
kedudukannya sebagai hamba yang tunduk patuh terhadap segala perintah dan
larangan Allah, Allah berfirman dalam surat Ad-Dzariyyat ayat 56 :
Artinya: “dan aku tidak
menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku”.
Akhlak dalam Islam mempunyai
beberapa prinsip utama yang menjadi landasan pemikiran. Pertama, Islam
berpihak pada teori tentang etika yang bersifat universal dan fitri. Allah
berfirman pada surat Al-Syams ayat 8-10:
Artinya: “Maka
Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya
beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan Sesungguhnya merugilah orang
yang mengotorinya”.
5.
Solusi
Pertama, kita harus berada pada hal yang sekecilnya-kecilnya,
yaitu masyarakat kita sendiri. Peserta didik harus menyadari bahwa mereka
adalah generasi penerus bangsa yang masih berjuang utnuk menciptakan keadaan
yang sekondusif mungkin agar supaya terjalin hubungan yang harmonis antara penyampai
aspirasi rakyat dan masyarakat itu sendiri.
Kedua, adanya proses sosialisasi yang baik di sekolah
tentang akhlak-akhlak yang baik yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad.
Ketiga, jalankan dengan tegas sanksi oleh para guru kepada
peserta didik yang melanggar aturan, Sehingga peserta didik benar-benar
merasakan bahwa memang ada keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Keempat, peserta didik harus banyak diberikan siraman rohani
untuk menjernihkan fikiran-fikiran kotor mereka sehingga membentuk kepribadian
yang islamiah dan keimanan yang kuat.
Kelima, anak sekarang dan usia dini harus di ajarkan
mengenai pilar-pilar bangsa kita yaitu Indonesia. Misalnya saja isi-isi yang
termaktub dalam pancasila dan mengajarkan mereka bagaimana cara pengaplikasiannya.
Keenam, anak diberikan informasi mana yang baik atau tidak. Jangan
sampai pemahaman murid tidak sepaham
dengan kita, karena dapat mempengaruhi kepribadian atau pola pikir murid.
Ketujuh, tetap menjaga kebudayaan dulu. Agar nilai-nilai masyarakat
terdahulu sampai sekarang tidak tergeser karena akibat dari budaya westernisasi.
Kedelapan,
diberlakukannya otonomi daerah diharapkan kemajuan daerah itu disegala bidang
akan makin cepat. Demikian halnya dengan pendidikan agama. Dengan otonomi daerah
perkembangan dan arah pendidikan agama di suatu daerah akan lebih sesuai dengan
harapan dan aspirasi masyarakat agama didaerah.
Kesepuluh, guru
memberikan contoh akhlak yang baik, baik dalam bergaul dengan peserta didik
saat pembelajaran, dengan sesama guru dan semua warga sekolah, di keluarganya
dan di masyarakat.
BAB
III
ANALISIS
Pendidikan dapat
diartikan sebagai daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti
(kekuatan batin, karakter), pikiran (intellect) dan tubuh anak. Bagian-bagian
itu tidak boleh dipisahkan agar kita dapat memajukan kesempurnaan hidup
anak-anak kita. Pendidikan karakter merupakan bagian penting dan hendaknya
terintegral dalam perilaku pendidikan di negara ini. Namun menilik fakta
pelaksanaan pendidikan yang selama ini di Indonesia sepertinya belum
mengarah kepada pembentukan karakter sebagaimana jati diri bangsa Indonesia dan
bahkan cenderung menurun.
Salah satu faktor yang
menyebabkannya adalah kebijakan dan penyelenggaraan pendidikan nasional
menggunakan pendekatan education function atau input-output analisys
yang tidak dilaksanakan secara konsekuen. Pendekatan ini melihat bahwa lembaga
pendidikan berfungsi sebagai pusat produksi yang apabila dipenuhi semua input
(masukan) yang diperlukan dalam kegiatan produksi tersebut, maka lembaga ini
akan menghasilkan output yang dikehendaki. Pendekatan ini menganggap
bahwa apabila input seperti pelatihan guru, pengadaan buku dan alat
pelajaran, dan perbaikan sarana serta prasarana pendidikan lainnya, dipenuhi,
maka mutu pendidikan (output) secara otomatis akan terjadi. Dalam
kenyataan, mutu pendidikan yang diharapkan tidak terjadi. Mengapa? Karena
selama ini dalam menerapkan pendekatan educational production function
terlalu memusatkan pada input pendidikan dan kurang memperhatikan pada
proses pendidikan. Padahal, proses pendidikan sangat menentukan output
pendidikan.
Pendidikan
adalah wadah utama untuk membentuk karakter pemuda sebagai generasi penerus
bangsa. Pendidikan pula sebagai sarana utama untuk membangun bangsa yang kokoh
dan bermartabat. Oleh karena itu, untuk meningkatkan kualitas Pendidikan
Nasional, berbagai inovasi Pendidikan sangat dibutuhkan.
Pemerintah
telah melakukan berbagai inovasi yang tidak hanya meningkatkan kualitas
dibidang akademik semata, tetapi juga pembinaan akhlak pun kini telah mendapat
perhatian, tinggal memanfaatkan kebijakan secara optimal dengan dibarengi
keprofesionalan seorang guru, maka pendidikan Indonesia pasti akan semakin baik
dalam menciptakan generasi penerus yang berkualitas, bermanfaat bagi agama,
bangsa, dan Negara. Aamiin
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Tujuan pendidikan akhlak yang dirumuskan Ibn Miskawaih adalah terwujudnya
sikap batin yang mampu mendorong secara spontan untuk melahirkan semua
perbuatan bernilai baik, sehingga mencapai kesempurnaan dan memperoleh
kebahagiaan yang sempurna (al-sa’adat). Dengan alasan ini, maka
Ahmad’Abd Al-Hamid Al-Sya’ir dan Muhammad Yusuf Musa menggolongkan Ibn
Miskawaih sebagai filosof yang bermazhab al-sa’adat di bidang akhlak. Al-sa’adat
memang merupakan persoalan utama dan mendasar bagi hidup manusia dan sekaligus
bagi pendidikan akhlak. Al-sa’adat merupakan konsep komprehesif yang di
dalamnya terkandung unsur kebahagiaan (happiness), kemakmuran (prosperity),
keberhasilan (success), kesempurnaan (perfection), kesenangan (blessedness),
dan kebagusan/kecantikan.
Seperti telah disinggung pada pembahasan sebelumnya, al-sa’adat dalam
pengertian di atas, hanya bisa diraih oleh para nabi dan filosof. Ibn Miskawaih
juga meyadari bahwa, orang yang mencapai tingkatan ini sangat sedikit. Oleh
sebab itu, akhirnya ia perlu menjelaskan adanya perbedaan antara kebaikan (al-khair)
dan al-sa’adat. Di samping juga membuat berbagai tingkatan al-sa’adat. Kebaikan
bisa bersifat umum, sedangkan al-sa’adat merupakan kebaikan relatif, bergantung
orang perorang (al-khair bi al-idafat ila shahibiha). Menurutnya,
kebaikan mengandung arti segala sesuatu yang bernilai (al-syai’ al-nafi).
Oleh karenanya, kebaikan merupakan tujuan setiap orang.
B. Saran-saran
1.
Kepada
Kepala Sekolah
Demi menjunjung
keberhasilan pendidikan, kepala sekolah harus meningkatkan koordinasi yang
harmonis diantara guru baik jalur formal maupun non formal
2.
Kepada
Guru
a.
Metode
pembelajaran Aqidah akhlak harus lebih banyak dicontohkan dalam perilaku gurunya
dalam keseharian, dalam pembelajaran, dan dalam beriteraksi dengan para murid
harus mencontohkan akhlak yang baik, agar lebih mudah ditiru oleh murid.
b.
Kepada
guru Aqidah Akhlak, hendaknya harus berusaha meningkatkan kualitas pembelajaran
Aqidah Akhlak agar mutunya lebih meningkat.
3.
Untuk
Wali Siswa
Wali siswa yang
sebagai pendidik di lingkungan keluarga hendaknya memantau perkembangan tingkah
laku siswa dan tak jenuh untuk meingatkan mereka apabila mereka menyimpang
aturan Islam yang berlaku dan menjadikan mereka mempunyai akhlakul karimah.
4.
Untuk
Siswa,
Siswa yang sebagai objek dan sekaligus subjek
pendidikan hendaknya selalu mematuhi aturan pendidikan dan mengamalkan ilmu
yang diperolehnya, sehingga tujuan pendidikan khususnya pada akhlak, menjadikan peserta didik yang
berguna bagi Agama, Bangsa, dan Negara.
DAFTAR PUSTAKA
Ibn Miskawaih, Tahzib al-Akhlaq, ed. Syekh. Hasan Tamir,
(Beirut, Mansyurat Dar Maktabat Al-Hayat, 1398H).
0 komentar:
Posting Komentar