KATA
PENGANTAR
Puji
dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan Rahmat dan Karunia-Nyasehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul ”Keistimewaan Hukum Waris
Dibandingkan Hukum Perdata Lainnya” dengan baik dan lancar. Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi
salah satu tugas yang diberikan oleh dosen pengampu mata kuliah Fiqh II, Bapak Drs. H. Hanafi Makalah ini ditulis dari hasil penyusunan data-data yang
penyusun peroleh dari buku panduan serta informasi dari media massa. Tidak lupa
penyusun ucapkan terimakasih kepada dosen pengampu mata kuliah Fiqh II, atas
bimbingan dan arahannya dalam penyusunan makalah ini. Selain itu penyusun
ucapkan terima kasih juga kepada rekan-rekan mahasiswa yang telah mendukung
sehingga dapat terselesaikannya makalah ini.
Penyusun
mengharapkan, melalui membaca makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita dalam
hal ini dapat menambah wawasan kita, khususnya bagi penyusun umumnya bagi
pembaca. Kami sangat merasa makalah ini masih jauh dari sempurna, maka penyusun
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan menuju arah yang
lebih baik.
Ciamis 19 Desember 2014
Penyusun
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi Waris
B. Teori Hukum Waris Muslim
C. Perbandingan Hukum Waris Islam, Barat, dan
Adat
D. Keistimewaan Hukum Waris Islam
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Hukum waris Islam merupakan ekspresi penting hukum
keluarga Islam, ia merupakan separuh pengetahuan yang dimiliki manusia
sebagaimana ditegaskan Nabi Muhammad SAW. Mengkaji dan mempelajari hukum waris
Islam berarti mengkaji separuh pengetahuan yang dimiliki manusia yang telah dan
terus hidup di tengah-tengah masyarakat muslim sejak masa awal Islam hingga
abad pertengahan, zaman modern dan kontemporer serta di masa yang akan datang.
Sejak sejarah awalnya (origin) hingga
pembentukan dan pembaharuannya (change and development) di masa
kontemporer hukum waris Islam menunjukkan dinamika dan perkembangannya yang
penting untuk dikaji dan diteliti oleh para pemerhati hukum Islam.
Bukan suatu hal yang kebetulan jika ternyata telah
banyak pemerhati yang menulis dan mengkaji perkembangan hukum waris Islam dari
berbagai aspeknya. Seperti halnya di Indonesia banyak sekali yang mengkaji
hokum waris dan perkembangannya di Indonesia yang tadinya berasal dari jaman
masa penjajahan.
Namun penulis membuat makalah ini hanya membahas tentang
Keistimewaan Hukum Waris yang bila dibandingkan dengan Hukum Perdata.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
DEFINISI
WARIS
Dalam kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI) kata waris berarti Orang yang berhak menerima Harta pusaka
dari orang yang telah meninggal.[1] Di dalam bahasa Arab kata waris berasal dari
kata ورث-يرث-ورثا yang artinya adalah Waris. Contoh, ورث اباه yang artinya
Mewaris Harta (ayahnya).[2]
Dalam perkembangan sejarah hukum
di indonesia, Hukum Waris Islam di indonesia (HWI) berkembang sangat
pesat, di tandai dengan munculnya peraturan dan pendapat dan pendapat dari
beberapa ahli, di antaranya :
1. Gagasan tentang harta bersama (gono-gini) dan sistem
bilateral, dikemukakan oleh Prof. Dr. Hazairin,
SH. Beserta ahli hukum lainnya.
2. UU No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang
mengatur kewenangan dan tata cara pemeriksaan perkara-perkaraorang Islam, yaitu
: masalah perkawinan, Warisan, dan Wakaf.
3. Amandemen UU No. 3 tahun 2006 yang memperluas
kewenangan Peradilan Agama memeriksa perkara-perkara : Zakat, Infak, Shadaqah,
dan Ekonomi Syari’ah.
4. Inpres No. 1 tahun 1991 tentang kompilasi Hukum Islam
(KHI) yang mengatur perkawinan, Waris, dan Wakaf.
Undang – Undang dan Inpres
tersebut merupakan hukum positif di indonesia . itu artinya, HWI adalah hukum
yang berlaku dan dilaksanakan oleh negara melalui Peradilan Agama. HWI, yang
dinyatakan sebagai hukum positif ini, belum diatur dalam undang-undang. Namun
demikian, para hakim telah mengacu pada KHI dalam menyelesaikan perkara. Oleh sebab
itu, sudah selayaknya KHI segera diatur dalam undang-undang agar dapat
menjadi aturan yang kuat. Banyak hal baru yang dapat di temukan dalam himpunan
peraturan tersebut : diantaranya tentang peradilan ahli waris, gono gini,
perdamaian dan lain-lain.[3]
Di seluruh Indonesia, mungkin
tidak ada masalah hukum yang lebih membingungkan daripada masalah waris.
Masalah yang mudah sekali menimbulkan kekacauan dan perdebatan seru di kalangan
para ahli hukum maupun aktivis politik. Banyak sekali bahan bacaan dan karangan
yang di terbitkan sejak permulaan abad ini.namun masih belum nampak ada
kesimpulan yang menyeluruh dan belum pernah pula di coba membuat undang-undang
yang mengatur masalah waris untuk seluruh indonesia. Hanya dalam
Undang-Undang Agraria tahun 1960, ditemukan beberapa ketentuan yang
menyangkut kewarisan, terutama dalam bentuk bahan penelitian dan administrasi .
persoalan umum yang menyangkut hukum waris di indonesia, secara khusus
menggambarkan kelemahan maupun kekuatan peradilan Agama Islam. Begitu pula,
problema kewarisan ini jelas sekali menunjuk kan bagaimana hukum, kekuasaan
ideologi, pertentangan sosial maupun pertentangan kelembagaan saling berkait
tak terpisahkan.
Di sini tdak cukup tempat untuk
menguraikan semua bentuk bentuk dan sistem kewarisan menurut adat dalam
masyarakat indonesia. Buku “Hukum adat di indonesia” dari Ter Haar,
merupakan pengantar yang baik. Cukup kiranya di sebut, bahwa garis besar
susunan keluarga di indonesia terdiri dari bilateral, patrilinial, serta
petrilinial. Dan pola-pola hukum kewarisan pada umumnya mengikuti
susunan-susunan itu. Di dalam pola-pola keseluruhan itu , banyak
variasi-variasi setempat. Kalau kondisi ekonomi dan sosial berubah ,
praktek dalam hukum waris adat pun berubah dengan sedikit atau banyak
ketegangan.pada tahun-tahun terakhir ini , peradilan sipil nasional telah mulai
memberikan penafsiran lebih bebas terhadap hukum adat setempat, dengan lebih
menonjolkan secara seragam ciri-ciri yang sebagian menurut konsepsi hukum
keluarga di jawa dan untuk sebagian lain standard dari kalangan
intelektual kosmopolitan.[4]
Adapun hukum waris islam, dapat
di uraikan agak luas, walaupun serba dangkal. Keuntungan dari Islam ialah
bentuknya yang seragam, sederhana dan langsung. Ada dua kelompok utama yang
berhak atas waris. Satu yang di sebut “Asabah,” semula berasal dari kebiasaan
Arab sebelum islam yang terdiri dari ahli-ahli waristunggal dalam urutan
keluarga patrilinial. Mereka tetap merupakan sisa dari ahli waris bagi
keseluruhan harta benda (teoritis) , yang akan menerima bagian setelah kelompok
ahli waris lain mendapat bagiannya yang sudah ditentukan. Kelompok kedua ini di
sebut “ Ashabul fara’id atau dzawil-furudl,” yaitu mereka-mereka yang oleh nabi
Muhammad SAW ditetapkan berhak pula atas warisan. Suatu hal baru dalam
masyarakat (di waktu itu) , dalam kategori kedua ini, adalah
dikukuhkannya hak waris bagi keturunan wanita.[5] Hubungan darah menjadi ukuran pokok
dalam penentuan ahliwaris menurut kategori pertama, sedangkan hubungan angkat
(adopsi) tidak mempunyai hukum apa-apa.[6] Termasuk di antara ketentuan
waris menurut islam, masalah adopsi ini tidak di pegang teguh di indonesia, di
mana sering terjadi dan bahkan memeberikan akibat hukum yang penuh dengan
hak-hak kewarisan kepada anak angkat.
Rumusan pembagian waris menurut
islam, di sebut (FARA’IDL) jelas dan tepat. Seperdelapan untuk istri, seperenam
untuk suami, kakek, ibu, nenek, saudara perempuan, dan kemanakan perempuan,
anak perempuan berhak mendapatkan separo jika tidak ada laki-laki, sepertiga
bila ada anak laki-laki, dan seterusnya. Semua harta benda waris di gabung dan
dinilai uang, sehingga pembagian masing-masing dapa di lakukan dengan tepat
sekali. Oleh karena ketentuan tentang pembagian waris di sebut dalam Al-Qur’an
sendiri, maka dianggap sangat mewajibkan. Tetapi ketentuan di dalam Al-Qur’an
itu tidak mencakup seluruh masalah hukum Waris dalam Islam. Dan di lengkapi
oleh ketentuan yang di jelas kan oleh nabi Muhammad SAW.
B.
TEORI
HUKUM WARIS ISLAM
Hukum waris Islam dalam bahasa
Arab dinamakan ilmu Faraidh, yang berarti ilmu “pembagian”. Lebih jelasnya,
Faraidh adalah : suatu ilmu yang menerangkan tata cara pembagian harta
peninggalan dari seorang yang telah meninggal kepada para ahli warisnya.
A. Sumber Hukum Waris Islam
1. Al-Qur’an
2. As-Sunnah
3. Ijtihad
B. Asas-asas Pewarisan dalam Hukum Islam
1. Bagian warisan laki-laki dengan perempuan adalah 2
berbanding 1.
2. Pembagian harta peninggalan bersifat individual, yaitu
mengakui adanya hak milik perseorangan dan setiap ahli waris berhak atas bagian
harta yang telah di tentukan.
3. Pembagian harta peninggalan bersifat bilateral;
artinya , pembagian ini berlaku kepada dua pihak (laki-laki dan perempuan).
4. Bagian harta dari masing-masing ahli waris selalu
berubah sesuai dengan keberadaan ahli waris lainya.
C. Unsur-unsur Hukum Waris Islam
1. Rukun terjadinya warisan:
a) Pewaris
b) Ahli waris
c) Tirkah (harta
peninggalan)
2. Syarat-syarat terjadinya warisan :
a) Pewaris benar-benar meninggal
b) Ahli waris masih hidup pada waktu pewaris meninggal
c) Ilmu pengetahuan tentang Fara’idh atau HWI
(catatan:
Nomor 1 dan 2 bersifat kumulatif)
3. Sebab-sebab terjadinya warisan:
a) Nikah
b) Keturunan
c) Wala’ atau
kemerdekaan hamba.
4. Terhalang untuk saling mewarisi dapat terjadi karena:
a) Berbeda agama.
b) Membunuh dan memfitnah
c) Menjadi budak orang lain.
(Catatan:
Nomor 3 dan 4 bersifdat alternatif)
5. Hal-hal yang berhubungan dengan harta peninggalan:
a) Kewajiban yang melekat seperti: zakat, jaminan.
b) Biaya penyelenggaraan jenazah.
c) Membayar hutang
d) Membayar wasiat (maksimum 1/3bagian.)
e) Pembagian kepada ahli waris
C.
PERBANDINGAN
HUKUM WARIS ISLAM, BARAT DAN ADAT
1.
Hukum
Waris Barat
a. Sumber hukum: KUHPerdata.[7]
b. Sistem kewarisan: bilateral, individual.
c. Terjadinya pewarisan karena:
· Menurut UU:
o
Adanya
hubungan darah
o
Adanya
perkawinan
· Karena di tunjuk (testamentair)
d. Berbeda agama mendapat warisan.
e. Sistem golongan ahli waris: I, II, III, IV.
f. Ahli waris mempunyai tanggung jawab kebendaan (utang,
pinjaman)
g. Bagi laki-laki dan perempuan adalah sama.
h. Sebagian ahli waris bagian nya tertentu (pasal 584
KUHPerdata)
i. Anak/Suami/Istri (golongan I) menutup orangtua
(golongan II).
j. Anak angkat mendapat warisan.
k. Wasiat dibatasi oleh laki-laki dan wanita (bagian
mutlak).
l. Jenis harta dalam perkawinan:
· Harta campur
· Harta pisah
· Perjanjian kawin ( untung rugi, hasil pendapatan dan
lain-lain)
2.
Hukum
Waris Islam
a. Sumber hukum: Al-Qur’an, As-Sunnah dan Ijtihad
b. Sistem Kewarisan: bilateral, individual.
c. Terjadinya perwarisan karena:
· Adanya hubungan darah
· Adanya perkawinan
d. Berbeda agama tidak mendapat warisan.
e. Tidak ada golongan ahli waris tetapi ada sistem hijab.
f. Ahli waris hanya bertanggung jawab sampai batas harta
peninggalan.
g. Bagian anak laki-laki dan anak perempuan adalah 2
berbanding 1.
h. Bagian ahli waris tertentu: ½, 1/4, 1/3, 2/3, 1/6/
1/8.
i. Anak (cucu) dan orang tua tidak saling menutup.
j. Wasiat maksimum 1/3 dari harta peninggalan (kecuali
ahli waris setuju)
k. Jenis harta dalam perkawinan:
l. Harta bawaan
· Harta campur
3.
Hukum Waris
Adat
a. Sumber hukum:
· Adat atau kebiasaan
· Yurisprudensi
b. Sistem kewarisan, bervariasi: bilateral, patrilineal,
matrilineal, mayorat.
c. Terjadinya perwarisan karena:
· Adanya hubungan darah
· Adanya perkawinan
· Adanya pengangkatan anak
d. Berbeda agama mendapat warisan
e. Ahli waris hanya bertanggung jawab sampai batas harta
peninggalan.
f. Bagian laki-laki dan bagian perempuan adalah sama.
g. Tidak ada bagian tertentu
h. Anak angkat dapat warisan
i. Wasiat di batasi jangan sampai mengganggu kehidupan
anak.
j. Jenis harta dalam perkawinan:
· Harta bawaan.
· Harta gono-gini atau harta pencarian atau harta
bersama.
D.
KEISTIMEWAAN
HUKUM WARIS ISLAM
1. Universal: dapat diterima setiap lapisan masyarakat.
2. Ijbari: berlaku menurut ketetapan Allah dan Rasul.
Allah Swt. Menjanjikan syurga untuk orang yang melaksanakan HWI dan mengancam
dengan neraka untuk orang yang tidak melaksanakannya (QS. 4:13-14.)
3. Bilateral: ahli waris dari pihak ibu dan bapak.
4. Hak berimbang: sesuai dengan hak dan kewajiban.
5. Individual: mengakui hak pribadi.
6. Menghormati hak orang tua dan istri.
7. Memiliki keunggulan komparatif daripada hukum waris
barat dan adat. [8]
DAFTAR PUSTAKA
http://kridawebster.blogspot.com
Arief , S. (2008). Praktik
Pembagian Harta Peninggalan berdasarkan Hukum Waris Islam, Darunnajah
Publishing. Jakarta, 289 hal.
Daniel.S. Lev. (1980) .Peradilan
Agama di Indonesia. PT, Intermasa, jakarta
Subekti.R dan Tjitrosudibio
(1914) .Burgerlijk Wetboek. PT. Pradnya paramita, Jakarta.
[1] . Tim penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa
Indonesia,.ed.3 . balai pustaka,jakarta, 2001, 1386 hlm.
[2] . Munawwir,ahmad warson. Kamus Al Munawwir, pustaka
progressif, surabaya, 1997, 1634 hlm.
[3] . Saefudin Arif, Praktik Pembagian Harta Peninggalan
Berdasarkan Hukum Waris Islam, Darunnajah publishing, jakarta selatan, 289 hlm.
[4] . Daniel S.lev. ‘’ Mahkamah Agung dan Hukum Waris Adat
di Indonesia’’ PT. Intermasa, jakarta, 1980.
[5] . Tentang kedudukan wanita dalam hukum waris islam,
periksa A.A. Fyzet The Fatamid Law of Inheritance” (Hukum waris
Fatimiyah) UNIVERSITY OH MALAYA LAW REVIEW I (1965/2).
[6] . Tentang asal usul
hukum waris islam yang menyangkut anak angkat , periksa eun Levy, THE
SOCIAL STRUCTURE OF ISLAM ( Susunan sosial dalam islam) Cambridge : University
Press, 1962) , pp. 147-149.
[7] Subekti R dan Tjitrosidibio R, “KITAB UNDANG UNDANG
HUKUM PERDATA” PT. ARGA PRINTING, jakarta. 577 Hal.
[8] . arif saefudin, ‘’PRAKTIK PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN
BERDASARKAN HUKUM WARIS ISLAM’’ Darunnajah publishing, jakarta elatan